Rabu, 23 Maret 2011

SOUND CHECK (Part #2 - END)

Perangkat sound system harus dipastikan bekerja dengan normal serta dipastikan pula dengan komposisi setting yang semestinya/baku. Besaran kapasitas sound system yang dipakai harus proporsional terhadap luas area event tersebut, baik indoor maupun outdoor. Ada anggapan, semakin besar watt-nya suatu power Ampli maka akan semakin keras pula suara yang di keluarkan oleh speaker. Pastinya tidak sekedar itu, tingkat kekerasan bunyi dari suatu sound system/speaker tidaklah bergantung pada seberapa besar watt yang digunakan, namun tergantung pada berapa besar SPL (Sound Pressure Level) yang dikeluarkan oleh speaker tersebut. SPL adalah satuan ukuran untuk tingkat efisiensi speaker. Penggunaan speaker dengan kualitas rendah, daya yang dibutuhkan akan semakin besar pula untuk me-cover suatu acara pertunjukan.
Perhitungan gampang hubungan antara daya (watt) dengan SPL yakni setiap kelipatan daya (watt) akan terjadi penambahan 3dB SPL. Contoh, bila speaker yang digunakan dengan sensitivitas 100dB pada 1 watt 1 meter.

Bayangkan bila sensitivitas speaker yang digunakan dengan spesifikasi kurang dari 100dB dalam 1 watt 1 meter, katakanlah 68dB SPL dalam 1 watt 1 meter, berapa box speaker yang harus dikerahkan untuk pencapaian SPL tertentu, terutama pada acara musik antar daerah secara estafet (tourshow), ongkos angkutan box speaker saja bisa dua atau tiga kali lipat yang harus dikeluarkan. Begitu juga sebaliknya bila sensitivitas tiap speaker yang digunakan dengan spesifikasi 1 watt 1 meter menghasilkan 115dB.

Penataan box speaker (couple system)
Cara perangkaian atau penataan kotak-kotak speaker yang digunakan pada satu acara pertunjukan tidak bisa diabaikan begitu saja. Penataan dengan menyusun ke atas atau vertikal akan menghasilkan efek penguatan daya. Sebagai contoh 2 box speaker yang di tata vertikal akan terjadi penguatan sebesar 3dB di kotak speaker yang dibagian bawah dibanding penataan secara melebar/horizontal.
Dengan ilustrasi tersebut, cara menata box speaker secara vertikal menjadi opsi yang lebih efektif, terlebih dengan adanya line array system maka hal ini cenderung bukan sekedar trend atau show off belaka. Line Array System mempunyai dua hukum yang membuatnya lebih efektif, pertama, suara dapat diarahkan dan di prediksi dengan baik dan kedua, hanya terjadi pengurangan sebanyak 3dB setiap kelipatan jarak antara speaker dan audiens. Sedangkan pada sound system konvensional terjadi pengurangan sebanyak 6dB di setiap jarak yang di kalikan dua (doubling of the distance). Jadi dalam hal ini Inverse Square Law tidak berlaku pada Line Array System.

SPL dan Jarak
Jarak dengar terhadap speaker juga akan mempengaruhi SPL. Makin jauh posisi audiens dari speaker, maka penurunan SPL akan cukup signifikan. Penurunan SPL yang terjadi sesuai dengan hukum keterbalikan jarak. Maksudnya, setiap penggandaan jarak (jarak x 2) antara audiens dengan speaker akan mengakibatkan penurunan SPL sebesar 6db (kecuali line array system). Sebagai contoh, speaker dengan daya 1000 watt pada jarak 1 meter akan menghasilkan 130dB, maka pada jarak dengar 2 meter akan menjadi 124dB, pada jarak dengar 4 meter akan menjadi 118dB, pada jarak dengar 8 meter akan menjadi 112dB dan seterusnya. Dengan penggambaran tersebut maka jarak antara mixer utama (FOH) dengan panggung (sound system) cenderung harus diperhitungkan dengan seksama, termasuk kaitannya dengan luas area, kondisi akustiknya (indoor), bangunan sekitar area (outdoor), prediksi jumlah penonton dan kelembaban udara serta kualitas semua perangkat sound system, tentunya.

Tidak ada komentar:

Comments

HTML Comment Box is loading comments...